Cari

Kamis, 05 Agustus 2010

Analisis Gramatikal Wacana Cerkak "Kusung-kusung"

Analisis Gramatikal Wacana Cerkak Kusung-Kusung

oleh

Biya Ebi Praheto

Pendidikan Bahasa Jawa

Universitas Negeri Semarang


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Wacana merupakan satuan bahasa di atas tataran kalimat yang digunakan untuk berkomunikasi dalam konteks sosial. Satuan bahasa itu dapat berupa rangkaian kalimat atau ujaran. Wacana dapat berbentuk lisan atau tulis dan dapat bersifat transaksional atau interaksional. Dalam peristiwa komunikasi secara lisan, dapat dilihat bahwa wacana sebagai proses komunikasi antar penyapa dan pesapa, sedangkan dalam komunikasi secara tulis, wacana terlihat sebagai hasil dari pengungkapan ide/gagasan penyapa (diunduh dari http://massofa.wordpress. com/2008/01/14/kajian-wacana-bahasa-indonesia/). Ada pula yang menyebutkan Wacana adalah satuan bahasa yang lengkap, sehingga dalam hierarki gramatikal merupakan satuan gramatikal tertinggi dan terbesar. Sebagai satuan bahasa yang lengkap, maka dalam wacana itu berarti terdapat konsep, gagasan, pikiran, atau ide yang utuh, yang bisa dipahami oleh pembaca (dalam wacana tulis) atau pendengar (dalam wacana lisan) tanpa keraguan apapun. Sebagai satuan gramatikal tertinggi atau terbesar, wacana dibentuk dari kalimat-kalimat yang memenuhi persyaratan gramatikal, dan persyaratan kewacanaan lainnya. Persyaratan gramatikal dapat dipenuhi kalau dalam wacana itu sudah terbina kekohesifan, yaitu adanya keserasian hubungan antara unsur-unsur yang ada dalam wacana sehingga isi wacana apik dan benar (diunduh dari http://sigodang.blogspot.com/2008/11/pengertian-sintaksis.html).

Disiplin ilmu yang mempelajari wacana disebut dengan analisis wacana. Analisis wacana merupakan suatu kajian yang meneliti atau menganalisis bahasa yang digunakan secara alamiah, baik dalam bentuk tulis maupun lisan.

Berdasarkan saluran yang digunakan dalam berkomunikasi, wacana dibedakan atas wacana tulis dan wacana lisan. Wacana lisan berbeda dari wacana tulis. Wacana lisan cenderung kurang terstruktur (gramatikal), penataan subordinatif lebih sedikit, jarang menggunakan piranti hubung (alat kohesi), frasa benda tidak panjang, dan berstruktur topik-komen. Sebaliknya wacana tulis cenderung gramatikal, penataan subordinatif lebih banyak, menggunakan piranti hubung, frasa benda panjang, dan berstruktur subjek-predikat.

Wacana tulis dapat dianalisis dari berbagai aspek seperti aspek gramatikal, aspek leksikal, maupun dari segi konteks dan inferensinya. Sebagaimana wacana tulis, cerkak yang berjudul Kusung-kusung yang diambil dari majalah Panjebar Semangat edisi 21, 26 Mei 2007 pun dapat dianalisis dari berbagai aspek tersebut. Dalam makalah ini akan lebih terperinci menganalisis wacana cerkak berjudul Kusung-kusung dari segi aspek gramatikalnya yang didalamnya terdapat analisis terkait pengacuan (referensi), penyulihan (subtitusi), pelesapan (elipsis), dan perangkaian (konjungsi).

1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dari makalah analisis gramatikal wacana cerkak Kusung-kusung adalah sebagai berikut.

Bagaimana analisis aspek gramatikal wacana cerkak Kusung-kusung pada majalah Panjebar semangat Edisi 21, 26 Mei 2007?

1.3 Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan makalah analisis ini adalah memaparkan analisis aspek gramatikal wacana cerkak Kusung-kusung pada majalah Panjebar semangat Edisi 21, 26 Mei 2007.

BAB II

PEMBAHASAN

Analisis aspek gramatikal wacana cerkak kusung-kusung dapat dibedakan ke dalam beberapa sub bagian yaitu pengacuan (referensi), penyulihan (subtitusi), pelesapan, dan perangkaian (konjungsi).

2.1 Pengacuan (Referensi)

2.1.1 Pengacuan Persona

(1) “Anu, Mas Nung, aku kiarep omong kowe, ning rasane kok gojag-gajeg”

(2) “Ning tenan ya, mas, yen aku kandha, mas Anung ora kena nesu!”

(3) “Emoh mas, ora sudi aku yen mbok tandhing-tandhingke”

(4) “Wis ta Tra, gage wae arep kandha apa, aku selak penasaran jare.” Genti Anung sing penasaran ndang kepengin ngerti.

Pada tuturan (1), (2), (3) terdapat bentuk pronominal 1 tunggal bentuk bebas aku mengacu pada unsure lain yang berada di dalam tuturan teks yaitu subyek Citra. Begitu pula pada tuturan (4) merupakan pronominal 1 tunggal bentuk bebas aku mengacu pada unsure lain yang berada di dalam tuturan teks yang disebutkan kemudian, yaitu Anang (orang yang menuturkan tuturan itu).

(5) “Ha kok ndadak gojag-gajeg kuwi ana apa?, angger kowe njur omong rak njur bar, wis gek omong, tak rungokne!” Kandhane Anung mepeti lungguhe kekasihe karo cengengesan.

(6) “Ha kowe njur mangsuli piye, Tra?”, Anung nanjih.

(7) “Ngaten nggih prayogi, bu. Kowe piye Tra, rak ora gela ta?”

(8) “ora, mas aku rak mung manut mas Anung. Sing apa-apa njur kusung-kusung kuwi rak panjenengan ta, mas?”

(9) “Sak karepmu, aku manut mas Anung.” Wangsulane Citra mantep.

Pada tuturan (5), (6), (7) terutama kata yang bercetak merah merupakan pengacuan pronomina persona II tunggal yang mana mengacu kepada subyek citra (kohesi gramatikal pengacuan endofora yang anaforis melalui pronominal persona II tunggal bentuk bebas). Kemudian untuk kata “panjenengan” pada (8) juga sama merupakan pronomina persona II tunggal bentuk bebas yang mengacu pada subyek Anung.

Kemudian unsur –mu pada kata karepmu (9) adalah pengacuan pronominal persona II tunggal bentuk terikat lekat kanan yang mengacu kepada subyek Anung.

(10) Anung mono asline bocah Sala, ana Yogya ndherek bulike, sing garwane ngasta ing SMA teladhan kuwi, bulike ngerti yen Anung lulus SMP bijine apik, mula banjur dijupuk, disekolahake ing Yogya.

(11) Panjenengane njur nyedhaki aku karo ndangu: “Piye mba Citra, wis wiwit nicil gawe sekripsi apa during?”

(12) Tekade Citra: “Wong aku ya ora nembung, ngapa nolak diwenehi, kamangka aku butuh? Lan bab mau ora tau dikandhakake Anung, mundhak dheweke nesu lan cemburu.

Tuturan pada (10) dan (11) terutama kata yang bercetak merah memiliki akhiran –e/-ne ‘nya’ yang mana merupakan pengacuan pronomina persona III bentuk terikat lekat kanan yang mengacu pada realitas nama yang telah disebutkan sebelumnya.

Tuturan (12) menunjukkan pemakaian pronominal persona III tunggal bentuk bebas dheweke ‘dia’ yang mengacu kepada Anung.

(13) “Piye Tra, nek sak durunge wisudha awake dhewe tunangan dhisik, biyen ibuku wis bola bali ndawuhi aku kawin, jare. Nduwe bojo kena disambi kuliah.”

Tuturan (13) pada kata awake dhewe merupakan pengacuan pronominal persona I Jamak yang mengacu pada Anung dan Citra.

(14) Yen bocah loro kuwi pingin omong-omongan serius kanggo kekarone milih ing dina libur neng papan rekreasi sing akeh pengunjunge, ….

Tuturan (14) pada kata bocah loro kuwi ‘mereka’ merupakan pengacuan pronominal persona III Jamak yang mengacu pada Anung dan Citra.

2.1.2 Pengacuan Demonstratif

(15) Saiki Anung Baskoro, ngono jeneng komplite, tetep lestari anggone bareng kuliah lan ya sajurusan karo Citra Lestari ….

(16) “olehmu arep kandha kuwi saiki apa suk emben?”, Anung selak ora sabar.

(17) Saiki ngerti, yen lungane Citra dikangseni dhosene sing ora liya Pak Andri sing wis tau dikandhakake biyen.

Pronomina demonstrative saiki pada tuturan (15), (16), (17) mengacu pada realitas waktu sekarang atau waktu kini.

(18) Ketemune padha mlebu SMP teladhan Ing kampong Kuncen dhek jaman semana.

(19) Dhek semana Citra njaluk diterke neng Mbaron, karo Anung uga dituruti.

(20) … yen lungane Citra dikangseni dhosene sing ora liya Pak Andri sing wis tau dikandhakake biyen.

(21) “Ngene mas, Pak Andri dhosene dhewe sing anyar kae, wingi nalika bubar menehi kuliah, kelas sepi, mung keri aku sing ana njero.

Tuturan (18), (19), (20) terutama pada kata atau frase yang bercetak merah merupakan pronominal demonstrative waktu yang mengacu pada realitas waktu lampau (yang agak jauh dengan waktu tuturan). Kemudian untuk tuturan (21) pada kata wingi ‘kemaren’ juga merupakan pronominal demonstrative waktu yang mengacu pada realitas waktu lampau hanya saja waktunya agak dekat dengan waktu tuturan.

(22) Dhek emben Pak Andri maringi buku biologi, ning neng njerone dislempiti dluwang sasuwek sing isine akon aku neng took buku Serba Ada.

(23) “olehmu arep kandha kuwi saiki apa suk emben?”, Anung selak ora sabar.

(24) “..., arep ndherekake ibu nyumbang. Piye nek sesuk sore wae?”. Embuh piye swara saka adoh kana.

Tuturan (22), (23), (24) terutama pada kata atau frase yang bercetak merah merupakan pronominal demonstrative waktu yang mengacu pada realitas waktu yang akan datang.

(25) “Nak Anung, disekecakke ya, ibu tak sholat dhisik, iki wis manjing maghrib.”

(26) Jam wis nuduhake jam pitu kliwat, ning nyatane Citra lan Pak Andri neng njero toko kono wis ora ana.

(27) Ing wayah sore, Citra diutus ibune sing remen mbathik iku tuku malam neng tokone Nyah Sican Nio.

Tuturan (25), (26), (27) terutama pada kata atau frase yang bercetak merah merupakan pronominal demonstrative waktu yang mengacu pada realitas rentangan waktu yang ditunjukkan secara eksplisit.

(28) “Tra, sejatine arep omong apa ta, kok ndadak ngajak dolan mrene?”.

(29) “Kaya neng ndhuwur buffet kae ana buku biologi anyar, kapan olehmu tuku?”

(30) … ning nyatane Citra lan Pak Andri neng njero toko kono wis ora ana.

Tampak pada tuturan-tuturan di atas, kata mrene pada tuturan (28) merupakan pengacuan demonstrative tempat yang mengacu pada tempat yang dekat dengan pembicara. Kemudian untuk kata kae pada tuturan (29) juga merupakan pengacuan demonstrative tempat yang mengacu pada tempat yang agak jauh dengan pembicara. Sedangkan tuturan (30) pada kata bercetak merah merupakan demonstrative tempat yang mengacu pada tempat yang jauh dari pembicara.

(31) … kekarone padha olehe ndaftarke kepengin nerusake ing perguruan tinggi UGM uga njupuk jurusan sing padha, Pendidikan.

(32) “Citra mengko sore kampus ora ana kegiatan, mula metua, tak tunggu neng toko buku Serba Ada.”

(33) “Ya wis yen kowe saguh, suk emben ibu saka sala rak rawuh tuwi aku, sesuk tak matur…”

Tampak pada tuturan-tuturan (31), (32), (33) terutama penggunaan unsur-unsur yang bercetak merah merupakan pengacuan demonstrative tempat yang mengacu pada realitas tempat (ruang) secara eksplisit tempat terjadinya peristiwa.

2.1.3 Pengacuan Komparatif

(34) Gandheng kekarone padha dene nduweni semangat sinau sing gedhe, mula nggone padha nrabuk katresnan ….

(35) Bubar adus dandan rada ora kaya yen mung kuliah, nganti sawetara.

(36) Saka panyawange citra, Anung mundhak pucet lan ora nduwe semangat kaya adate.

(37) “Wis-wis Nung lan sliramu mbak Citra, ya merga padha dene tresnamu sakloron sing gedhe kuwi, marahi atimu padha dene samar yen nganti kelangan.”

Kata ataupun frase yang bercetak merah pada tuturan (34), (35), (36), (37) adalah pengacuan komparatif yang berfungsi membandingkan antara dua perilaku, ataupun sikap seperti terlihat pada tuturan-tuturan di atas baik mengacu pada perbandingan persamaannya maupun perdedaannya.

2.2 Penyulihan (Subtitusi)

2.2.1 Subtitusi Nominal

(38) Ya wiwit Citra kandha ngono kuwi, Anung meneng-meneng tansah nggateke sikape Pak Andri dhosene kuwi marang Citra. Lan ya pancen katon yen pak dhosen ana kawigaten marang Citra kekasihe.

Terlihat pada nomor (38) satuan lingual pak Andri yang telah disebut terdahulu digantikan oleh satuan lingual pula yaitu kata pak dhosen yang disebutkan pada kalimat berikutnya.

2.2.2 Subtitusi Frasal

(39) Anung mbebaske Citra srawung, merga percaya banget karo kasetyane. Citra nampa pawewehe pak Andri, merga buku dadi sarana lancaring pasinaon supaya lulus lan engal rampung. Dene Pak andri kanthi pawewehe buku-buku marang Citra, duwe pangarep-arep gedhe, yen mengkone, suwe-suwe Citra mesthi gelem dicedhaki lan dadi pacare. Pancen, paraga telu-telune duwe karep lan rancangan dhewe-dhewe, sing siji lan sijine ora mangerti tujuane.

Tampak pada tuturan (39) kata Anung pada kalimat pertama, kata Citra pada kalimat kedua dan kata Pak Andri pada kalimat ketiga disubtitusi dengan frasa telu-telune pada kalimat keempat. Subtitusi ini termasuk jenis subtitusi frasal.

2.3 Pelesapan (Elipsis)

(40) Citra memburi nyaut andhuk mlebu kamar mandi. Bubar adus dandan rada ekstra ora kaya yen mung kuliah, nganti sawetara. Sawise banjur ngetokke motor, kanti pamit ibune yen arep nyilih buku nggone kancane.

Pada tuturan (40) terdapat lesapan satuan lingual yang berupa kata, yaitu kata Citra yang berfungsi sebagai subjek atau pelaku tindakan pada tuturan tersebut. Subyek yang sama itu dilesapkan sebanyak dua kali, yaitu sebelum kata dandan pada kalimat kedua dan setelah kata sawise pada kalimat ketiga. Pelesapan pada tuturan (40) dapat dipresentasikan menjadi (40a) dan apabila tuturan itu kembali dituliskan dalam bentuknya yang lengkap tanpa adanya pelesapan maka akan tampak seperti (40b) sebagai berikut.

(40a) Citra memburi nyaut andhuk mlebu kamar mandi. Bubar adus Ø dandan rada ekstra ora kaya yen mung kuliah, nganti sawetara. Sawise Ø banjur ngetokke motor, kanti pamit ibune yen arep nyilih buku nggone kancane.

(40b) Citra memburi nyaut andhuk mlebu kamar mandi. Bubar adus Citra dandan rada ekstra ora kaya yen mung kuliah, nganti sawetara. Sawise Citra banjur ngetokke motor, kanti pamit ibune yen arep nyilih buku nggone kancane.

Tampak pada analisis tersebut bahwa dengan terjadinya peristiwa pelesapan, seperti pada (40) atau (40a), maka tuturan itu menjadi lebih efektif, efisien dan wacananya menjadi padu (kohesif).

(41) Kedaya rasa kangen sing wis mbangeti, sidane Anung ya dolan tenan neng omahe Citra. Sikape adhem, ora nggrecek kaya adate.

Pada tuturan (41) juga terdapat lesapan satuan lingual yang berupa kata, yaitu kata Anung yang berfungsi sebagai subjek atau pelaku tindakan pada tuturan tersebut. Subyek yang sama itu dilesapkan sebanyak satu kali, yaitu sebelum kata adhem pada kalimat kedua. Pelesapan pada tuturan (41) dapat dipresentasikan menjadi (41a) dan apabila tuturan itu kembali dituliskan dalam bentuknya yang lengkap tanpa adanya pelesapan maka akan tampak seperti (41b) sebagai berikut.

(41a) Kedaya rasa kangen sing wis mbangeti, sidane Anung ya dolan tenan neng omahe Citra. Sikape Ø adhem, ora nggrecek kaya adate.

(41b) Kedaya rasa kangen sing wis mbangeti, sidane Anung ya dolan tenan neng omahe Citra. Sikape Anung adhem, ora nggrecek kaya adate.

Tampak pada analisis tersebut bahwa dengan terjadinya peristiwa pelesapan, seperti pada (41) atau (41a), maka tuturan itu menjadi lebih efektif, efisien dan wacananya menjadi padu (kohesif).

2.4 Perangkaian (Konjungsi)

(42) Citra lan Anung pancen wis suwe anggone padha kekancan.

(43) Sejatine wiwit isih neng SMA, kekarone wis ana rasa ketarik siji lan sijine kadi dene wanita lan priya sing tansah kepingin cecedhakan, sing wusanane nuwuhake katresnan.

(44) “Ah…, atine Citra bingung, wedi lan judheg.”

(45) …, kekarone padha olehe ndaftarake kepingin nerusake ing perguruan tinggi UGM uga njupuk jurusan sing padha, Pendidikan.

(46) Semono uga kawigatene pak Andri, dening Citra sinangga entheng, sanajan katon banget olehe ngurmati lan nggatekke minangka dhosene.

Pada kalimat (42), (43), (44), (45), dan (46) terutama kata yang bercetak merah merupakan kata konjungsi yang berfungsi menghubungkan secara koordinatif antara klausa di sebelah kirinya dan sebelah kanannya. Konjungsi ini merupakan jenis konjungsi penambahan (aditif).

(47) …, Anung ketara ning ora seneng, ning Citra ora rumangsa yen Anung ngawasi kabeh tumindake utawa memonitori terus.

(48) “Ta rak mesthi ngono kuwi yen dijak omong sing tenan, sengit aku”, kandhane Citra karo njiwit lan ngungkurake Anung.

(49) Ning tenan ya mas, yen aku kandha, mas anung ora kena nesu!”

(50) “Njur piye sabanjure, tra?” Anung ngoyak.

(51) “Wouw, yen ngono kowe wis siap pisah karo aku Tra, njur kowe gelem dipacar Pak Andri sing dhosen kuwi?”

(52) Lan ya pancen katon yen pak dhosen ana kawigaten marang Citra Kekasihe.

Pada tuturan (47) kata utawa merupakan konjungsi yang berfungsi menghubungkan dua pilihan alternative dan termasuk jenis konjungsi pilihan (alternatif). Kemudian kalimat (48), (49), (50), (51), dan (52) terutama pada kata yen merupakan kata konjungsi syarat yang berfungsi menunjukkan syarat yang terkandung dalam tuturan, sedangkan kata njur ‘kemudian’ juga merupakan konjungsi yang berfungsi sebagai petunjuk tindakan yang akan dilakukan selanjutnya dan merupakan konjungsi jenis konjungsi urutan (sekuensial).

(53) Dene Citra dhewe yak rasa, senajan nalika dikandhani mungguh kekarepane dhosene anggone tawa jasa,…

(54) Sejatine ayune Citra pancen kondhang ing kampuse, ning para jejaka kancane mung kandheg bisa nyawang, awit senajan Citra iku bocah sing supel srawung lan grapyak, ning nggon menggok neng cecaturan bab katresnan lan lekoh gage olehe nginggati.

(55) “Yoh…yoh…yoh sepisan maneh maaf ya. Dhag…” sawise nutup tilpun Citra bali lengger-lengger njur ndeleng jam tembok,…

(56) Bubar adus dandan rada ekstra ora kaya yen mung kuliah, nganti sawetara.

Pada tuturan (53) dan (54) untuk kata sanajan ‘meskipun’ merupakan konjungsi konsesif yang menghubunkan secara konsesif antara klausa sebalumnya dan sesudahnya. Kemudian untuk kata ning ‘tetapi’ merupakan konjungsi pertentangan yang menghubungkan secara pertentangan antara klausa sebelum dan sesudah kata konjungsi tersebut. Di samping itu ada juga kata lan ‘dan’ merupakan konjungsi penambahan (aditif) yang menghubungkan secara koordinatif antara klausa yang berada disebelah kirinya dengan sebelah kanannya.

Kemudian untuk tuturan (55) dan (56) pada kata yang bercetak merah sawise ‘sesudah’ dan bubar ‘setelah’ merupakan konjungsi waktu yang menghubungkan secara waktu terhadap perbuatan yang dilakukan subyek.

(57) Citra memburi nyaut andhuk mlebu kamar mandi terus adus.

(58) “Inggih bu” wangsulane Anung gela, merga kekasihe ora ana.

(59) Mas Anung ngerti, gandeng aku seneng ngoleksi buku, mula aku njupuk lima buku,…

(60) Sakjane malah pikiranmu dhewe sing ngeres kok, mas, ngrusak lan nyiksa atimu dhewe.

Kata terus pada tuturan (57) merupakan konjungsi urutan (sekuensial) yang menghubungkan antara perbuatan sebelum dan setelahnya yang dilakukan oleh subyek. Untuk kata merga ‘karena’ dan mula ‘maka’ pada (58) dan (59) merupakan konjungsi yang menghubungkan antara sebab dan akibat. Sedangkan kata malah pada (60) merupakan konjungsi kelebihan (eksesif).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar